Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga

Daftar Isi [Tampil]

 

Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga

Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga - Satu hal pokok sebelum melangkah dalam merencanakan keuangan di dalam keluarga adalah menyamakan visi dan misi bersama pasangan. Ada kalanya suami atau istri yang cenderung dominan akan memonopoli keuangan, sehingga akan menyakiti pasangannya. Hal ini akan diperparah jika pasangan yang dominan adalah yang  berperan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Pasti Anda sering melihat kejadian macam ini, kan?

Nah, kenapa bisa terjadi hal demikian? Dalam kehidupan keluarga Indonesia, yang bertanggung jawab menafkahi keluarga adalah suami sebagai kepala rumah tangga dan didukung oleh istri sebagai ibu rumah tangga yang bekerja mengurus rumah.

Jika pasangan tidak mempunyai komitmen yang kuat, maka bisa muncul arogansi pencari nafkah untuk menindas pasangan dalam hal keuangan. Penindasan ini bisa muncul dalam bermacam bentuk. Misalnya saja tidak mau terbuka mengenai masalah pendapatan yang diperoleh, tidak mau terbuka tentang pengeluaran, tidak ada kompromi ataupun pembicaraan tentang keputusan-keputusan keuangan yang diambil, cenderung menyalahkan jika merasa terjadi pengeluaran rumah tangga yang berlebihan, dan lain-lain.

Betapa menderitanya pasangan yang dianggap hanya menghabiskan uang di rumah dan kontribusinya terhadap rumah tangga tidak dihargai. Padahal ya, jika pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dialih dayakan dengan tenaga dari luar keluarga, sudah pasti biaya keperluan rumah tangga akan membengkak. Hal ini yang tidak disadari oleh pasangan yang menutup mata terhadap kontribusi pasangannya yang mengurus rumah tangga. Hal demikian hendaklah tidak terjadi ketika kita akan bersama-sama merencanakan keuangan.

Komitmen Adalah Kunci

Modal awal yang harus dimiliki agar perencanaan keuangan bisa berhasil adalah kekompakan dan komitmen terhadap hubungan untuk saling membahagiakan. Kembali ke tujuan awal, sejahtera yang dimaksud tidak sekadar memiliki banyak uang, tapi juga kebahagiaan lahir batin yang dirintis bersama dengan pasangan.

Banyak contoh kasus di mana pasangan (suami) sering tidak tahu (atau tidak mau tahu) kalau pasangannya sebenarnya tersiksa dengan keadaan finansial yang ditutup-tutupi. Kecurigaan yang berlebihan terhadap keuangan juga akan menjadi bibit-bibit pertikaian yang berdampak tidak baik terhadap keharmonisan keluarga. Idealnya sih, masing-masing pasangan berkomitmen untuk terbuka dan adil dalam keuangan rumah tangganya. Indikator yang bisa dilihat misalnya saling mengetahui besarnya pendapatan masing-masing pasangan.

Selain itu, jika ada pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya signifikan ataupun keputusan yang menyangkut aset dan utang bersama, maka hal tersebut wajib didiskusikan atas dasar kompromi bersama meskipun pasangan bukan figur pencari nafkah. Sementara itu demi menghargai perasaan pasangan, alangkah baiknya jika penghasilan yang didapatkan bukan hanya dianggap sebagai penghasilan si pencari nafkah semata, namun penghasilan keluarga atau penghasilan bersama. Dengan demikian, persetujuan dari pasangan atas keputusan-keputusan keuangan mutlak diperlukan.

Dalam hal keuangan, yang perlu mendapat prioritas adalah memenuhi kebutuhan keluarga inti. Anak adalah tanggung jawab bersama. Sehingga anak menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi kebutuhannya, baik pendidikan, perhatian dan hak-haknya untuk mendapatkan pengasuhan yang baik. Hal ini sering terlupakan apabila pasangan berasal dari keluarga besar yang bukan hanya menjadi tulang punggung keluarga inti, tetapi juga menjadi tulang punggung keluarga besarnya.

Kasus ini kerap dijumpai di Indonesia, di mana seseorang yang dianggap berhasil, akan menjadi tumpuan keluarga besarnya untuk ikut mensponsori hal-hal yang membutuhkan biaya. Misalnya saja pesta keluarga besar, acara pernikahan yang menyangkut nama baik keluarga besar, ataupun membantu keluarga yang terkena musibah, dan lain-lain. Di sinilah komitmen finansial pasangan akan diuji, untuk mengingatkan bahwa berbakti adalah hal yang mulia, namun jika harus mengambil hak anak atau menelantarkannya demi menjadi terpandang dalam keluarga besar adalah hal yang sangat ironis.

Dalam kondisi ini, yang paling dirugikan adalah anak atau pasangan yang harus berbagi perhatian dan finansial dengan orang-orang yang sebenarnya bukan tanggungan utama. Membantu bukan artinya mengambil alih segenap tanggung jawab, atau malah dimanfaatkan. Adil juga bukan berarti sama besar, namun sesuai kebutuhan.

Meminjam istilah sandwich generation, maka generasi roti lapis ini memiliki tanggungan yang berat, yaitu harus terhimpit mendukung anak-anak yang memang menjadi tanggungannya dan mendukung orangtuanya yang tidak mempunyai rencana pensiun yang memadai. Dan oleh karena itu, kita harus berusaha memutus rantai generasi roti lapis ini dengan membuat perencanaan keuangan yang baik yang dapat membuat Anda mandiri secara finansial kini dan nanti.

Akses untuk Pasangan

Sementara itu untuk keluarga yang memiliki bisnis, ada baiknya pasangan juga mengetahui seluk beluk bisnis yang digeluti atau minimal ada catatan yang menunjukkan posisi utang dan piutang bisnis, sehingga jika terjadi sesuatu dengan pasangan pencari nafkah maka pasangan tetap bisa melanjutkan tanpa harus bisnis menjadi kolaps, dan perlu diingat bahwa haruslah dipisahkan secara tegas antara keuangan bisnis dan keuangan rumah tangga.

Dalam perencanaan keuangan, akses menjadi bagian yang harus diperhatikan. Jadi jangan sampai proteksi dan investasi sudah disiapkan, namun ketika terjadi hal yang tidak diharapkan, pasangan malah tidak tahu ataupun sulit mengakses hal-hal yang telah direncanakan tersebut.

Semoga bermanfaat (bisnisan.id)

Posting Komentar untuk "Pentingnya Keterbukaan Keuangan dalam Keluarga"