Bagaimana Mencatat Pengeluaran Sebelum Perusahaan Beroperasi
Ini sudah menjadi persoalan jamak bagi
teman-teman di accounting yang kebetulan menangani perusahaan-perusahaan yang
menjelang atau baru akan beroperasi: bingung mengenai bagaimana caranya
mencatat pengeluaran-pengeluaran sebelum perusahaan beroperasi.
Pengeluaran-pengeluaran sebelum perusahaan
beroperasi kerap terjadi. Mulai dari pengeluaran-pengeluaran untuk urusan riset
pasar, bayar konsultan, mencari lokasi usaha, perjanjian-perjanjian, akte
notaris, pembukaan rekening, hingga mengurus perijinan.
Memang tidak banyak orang yang sungguh-sungguh
paham mengenai hal ini. Bahkan konsultan sering memberi advise yang terkesan
menggampangkan—hanya karena tidak mau pusing. Saya selalu suka ide
penyederhanaan—mempermudah dan mempersingkat, dan sejenisnya. Siapa yang tidak
suka dengan sesuatu yang mudah, cepat, dan efektif?
Hanya saja, tidak semua hal bisa
disederhanakan, apalagi penyederhanaan yang hanya bersifat solusi sesaat—namun
berbuntut pusing di kemudian hari. Bayangkan jika prosedur operasi (bedah) otak
dari yang seharusnya 25 disederhanakan menjadi 15 langkah. Atau, prosedur
merakit bom dari yang seharusnya 30 disederhanakan menjadi 5 langkah saja.
Apakah itu bagus?
Prosedur akuntansi tentu tidak
serumit bedah otak, juga tidak seseram merakit bom. Tetapi ada hal-hal yang
jika disederhanakan bisa berbuntut ledakan masalah dikemudian hari yang efeknya
mungkin tidak kalah dahsyat dengan bom—terutama hal-hal yang ada kaitannya
dengan ‘hak-dan-kewajiban’, terlebih-lebih masalah uang, masalah bisnis.
Buntutnya bisa masuk bui atau bayar ganti rugi—sama seperti dokter yang melakukan
malpraktek atau orang yang meledakkan bom sembarangan, bisa masuk penjara kan?
Untuk itu, kepada rekan-rekan di accounting
saya selalu menyarankan agar jangan membiasakan diri mengambil ‘jalan pintas’
(instant), pergunakan logika, pahami persoalannya, lalu cari solusi terbaik.
Tidak ada salahnya pusing-pusing sedikit, hitung-hitung untuk memetangkan
pengetahuan. Otak yang jarang dipakai lama-lama akan tumpul, iya kan?
Kembali ke persoalan utama, yaitu: pengeluaran-pengeluaran sebelum perusahaan beroperasi.
Untuk sungguh-sungguh memahami persoalan ini, ada beberapa aspek mendasar yang
musti diketahui terlebih dahulu, antara lain:
·
Aspek akuntansi—sudah pasti
·
Aspek perpajakan—juga sudah pasti
·
Aspek legal (hukum), terutama
sekali terkait dengan badan usaha—prosedur akuntansi dan perpajakan patokan
dasarnya memang masalah legalitas.
Dalam artian, mau dicatat (diperlakukan)
seperti apa pun tak masalah, sepanjang ketiga aspek itu tidak dilanggar—accountable
sekaligus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Mengapa sangat terkait dengan persoalan
legalitas (hukum)? Karena pendirian usaha
pada dasarnya bukan hanya sekedar event (kejadian) ekonomis.
Melainkan sekaligus merupakan kejadian hukum. Tentu harus sangat memperhatikan
aspek hukum, dalam hal ini.
“Lalu bagimana cara mencatatnya? Dari
tadi koq ceramah melulu?” mungkin ada yang berpikir seperti itu. Oke.
Pindah ke paragraf selanjutnya…
Cara Menentukan Apakah
Pengeluaran Masuk Buku Perusahaan atau Tidak
Sebelum berpikir tentang bagaimana mencatat
pengeluaran pra-operasi (pre-operation), ada satu pertanyaan yang harus dijawab
terlebih dahulu: Bentuk badan usahanya apa? Usaha
dagang (UD milik perseorangan)? CV (persekutuan)? atau Perseroan Terbatas (PT)?
Jika itu usaha perseorangan, berarti tidak jadi masalah mau dicatat seperti apa saja silakan, yang
penting jelas dan bisa dipahami. Saya katakan boleh-boleh saja karena
perusahaan perseorangan sesungguhnya tidak ada kewajiban untuk membuat
pembukuan (kecuali untuk urusan cari kredit bank).
Tetapi jika bentuk badan usahanya adalah
persekutuan/kongsi (CV misalnya) atau Perseroan
Terbatas, nah ini tidak boleh main catat saja. Segala sesuatunya musti
jelas, karena memang ada peraturan yang harus ditaati. Ada hak-dan-kewajiban
antar anggota persekutuan (atau pemegang saham) yang berpotensi menjadi sengketa di kemudian
hari jika tidak tercatat dengan baik—sesuai aturan yang ada.
Catatan:
Adanya potensi sengketa itulah mengapa perusahaan persekutuan dan perseroan
terbatas TIDAK BOLEH mencampur-adukan antara keuangan pribadi dengan
keungan perusahaan.
“Hubungannya dengan mencatat transaksi
apa?” pasti ada yang ingin bertanya seperti itu.
Nah ini dia yang sering saya sebut “orang
accounting yang cuma mau jadi tukang jurnal”. Kalau tidak mau diberi
julukan seperti itu ya tunjukan bahwa sebutan itu tidak benar. Untuk menunjukkan itu, pahami
dahulu persoalannya—jangan mau main catat saja. Kalau main catat saja, nanti
ditanya “apa yang dicatat?”-pun tidak tahu, bukan cuma susah naik gaji, tapi
juga memalukan. Benar tidak?
Inilah inti masalah pencatatan
pengeluaran-pengeluaran sebelum operasi, yaitu: apakah
pengeluaran tersebut masuk beban perusahaan yang akan dioperasikan atau tidak? Dengan
kata lain, apakah boleh dimasukan ke dalam buku perusahaan atau tidak?
Jawabannya: TERGANTUNG (bukan tergantung pada
cantolan lho). Maksud saya, tergantung:
·
Tanggal Transaksi
·
Tanggal Pendirian perusahaan
·
Pengeluaran Untuk Keperluan
Apa—terkait urusan apa
Ada beberapa langkah yang harus dilalui
untuk tahu persis cara mencatat pengeluaran-pengeluaran sebelum operasi:
·
Langkah-1. Kumpulkan
nota-notanya dan buat daftar – Catat di Excel
saja dahulu (tanggal berapa, transaksi apa, untuk urusan apa, nilai
transaksinya berapa), dibuatkan daftar juga boleh. Ingat: pengeluaran tanpa
bukti transaksi jangan diterima. Katakan sama bosnya, jika mau dicatat harus
ada bukti transaksi.
·
Langkah-2. Minta photo copy
akte pendirian perusahaannya – Cari
TANGGAL PENDIRIAN perusahaan.
·
Langkah-3. Bandingkan
tanggal transaksi dengan tanggal pendirian perusahaan – Buat 2 kelompok: mana pengeluaran yang tanggal notanya SEBELUM
tanggal pendirian perusahaan, dan mana yang SESUDAH-nya.
·
Langkah-4. Tentukan mana
yang masuk buku mana yang tidak – Nota yang
tanggalnya SESUDAH tanggal pendirian perusahaan masuk ke buku perusahaan,
sedangkan yang SEBELUM? Masih tanda tanya. Tahan dahulu.
Dari keempat langkah di atas, pasti sudah bisa
diketahui yang mana masuk ke buku perusahaan. Bukan hanya itu, tetapi di mata
atasan (boss) anda terlihat sebagai orang yang sungguh berhati-hati, sekaligus
bertanggung-jawab. Pantas dipercaya untuk urus uang perusahaan. Selanjutnya
tinggal membuat jurnalnya. Lanjut….
Membuat Jurnal
Pengeluaran Sebelum Perusahaan Beroperasi
Sudah tahu prosedur menjurnal? Jika masih
ragu-ragu (atau sekedar penasaran) silakan baca tulisan sebelumnya mengenai “Cara
Mudah Membuat Jurnal”. Ada baiknya jika saya ulang sedikit:
Mau membuat jurnal:
Langkah-1. Kumpulkan nota – yang ini sudah dilakukan tadi
Langkah-2. Analisa isi bukti transaksi – Transksi apa, untuk keperluan apa, sehingga tahu akan masuk
akun apa. Dalam kasus ini, yang namanya pengeluaran kemungkinnnya hanya 2:
·
Dibiayakan secara bertahap melalui
pengalokasian—masuk kelompok aktiva (aset) dahulu.; atau
·
Dibiayakan sekaligus—alias masuk
kelompok biaya
Langkah-3. Buat Jurnal – Sekali lagi, khusus dalam kasus ini, ada dua kelompok pengeluaran saja, yaitu:
(1). Untuk pengeluaran yang ADA kaitannya
dengan peroleh (pembelian) aktiva tetap, sudah pasti
masuk ke kelompok aktiva tetap. Jika itu biaya perolehan (pembelian) aktiva ya
catat sebagai aktiva—termasuk pengeluaran yang terkait dengan perolehan aktiva.
Misalnya:
Bayar notaris untuk pembuatan akte sewa tempat
usaha selama 5 tahun, ada kaitannya dengan aktiva tak berwujud (Hak Sewa)
sehingga dicatat sebagai aktiva dengan jurnal:
[Debit]. Hak Sewa = xxxx
[Kredit]. Kas = xxxx
Atau bayar tukang instalasi listrik, ada
kaitannya dengan aktiva bangunan, maka dicatat sebagai penambah aktiva
bangunan, dengan jurnal:
[Debit]. Aktiva – Bangunan = xxxx
[Kredit]. Kas = xxxx
Atau memperluas tempat parkir, ada
kaitannya dengan perolehan bangunan juga dicatat ke aktiva bangunan. Dan yang
sejenisnya.
(2) Sedangkan untuk pengeluaran-pengeluran
yang TIDAK ada kaitannya dengan perolehan aktiva tetap,
maka masuk kelompok BIAYA? Jawabannya: “Iya”. TETAPI, karena perusahaan belum
beroperasi—masih dalam persiapan, maka TIDAK BISA dibiayakan pada saat itu
juga. Kenapa? Jangan lupa: matching principle—setiap biaya harus bisa
dihubungkan dengan pendapatan yang akan timbul. Dalam hal ini, karena
perusahaan belum beroperasi berarti pendapatannya belum ada, sehingga biayanya
belum bisa dihubungkan dengan pendapatan. Artinya: Biaya belum boleh diakui sebagai
biaya.
“Lalu diakui sebagai apa?” Buat akun ‘Biaya
Dibayar Di Muka’ sering disebut ‘Prepaid’. Walaupun sebutannya
‘Biaya Dibayar Di muka’ ini bukan kelompok akun di Laporan Laba Rugi, melainkan
masuk kelompok Neraca (biasanya ditempatkan satu baris di bawah kelompok
Piutang). Jurnalnya:
[Debit]. Biaya Dibayar Di Muka – Listrik =
xxxx (masuk ke Neraca)
[Kredit]. Kas = xxxx
Nah, nanti jika perusahaan sudah mulai
beroperasi baru dipindahkan ke kelompok biaya—alias dibiayakan, dengan jurnal:
[Debit]. Biaya Listrik = xxxx (masuk Laporan
Laba Rugi)
[Kredit]. Biaya Dibayar Di Muka – Listrik = xxxx
Dengan begitu, maka saldo akun ‘Biaya Dibayar
Di muka’
akan menjadi nol (terhapus).
Tips:
Jika saldo akun ‘Biaya Dibayar Di muka’-nya cukup besar—karena proses persiapan
operasinya cukup lama, maka biayakan secara bertahap, tidak apa-apa. Yang
penting terus dibiayakan setiap bulan hingga saldonya bernilai nol.
Bagaimana sampai di sana?
Oke. MASIH ada satu hal yang mengganjal,
ingat tadi ada pengeluaran-pengeluaran SEBELUM tanggal pendirian perusahaan,
bukan? Bagaimana nasibnya?
Cara Menangani
Pengeluaran Sebelum Tanggal Pendirian Perusahaan
Bicarakan dengan pimpinan perusahaan.
Sampaikan sama beliau, karena itu pengeluaran terjadi sebelum tanggal pendirian
maka tidak bisa diakui sebagai pengeluaran perusahaan. Jika beliau
memaksa harus dimasukkan, saya ada trick-nya:
Biasanya ada hubungannya dengan perolehan
Aktiva. Jika iya, masukan ke Aktiva tetapi lawannya JANGAN kas,
melainkan ‘Modal’. Artinya: pengeluaran tersebut dianggap sebagai modal
(modal bentuknya tidak selalu dalam kas, aktiva tetap juga boleh).
Masalahnya: apakah
pemegang saham lainnya setuju? Apakah jumlah setoran modal di akte
pendirian perusahaan bisa diubah? Nah, sampaikan hal itu pada pimpinan: Apakah
beliau bersedia membuatkan akte perubahan?
Itu sebanya tadi saya menekankan aspek
legalitas (hukum) karena ada kaitannya dengan ‘hak-dan-kewajiban’ anggota
persekutuan.
Jika nilainya cukup besar, mungkin beliau
bersedia, ya tidak apa-apa, malah bagus. Justru inilah yang paling benar.
Tetapi kalau nilainya kecil, sudah pasti beliau tidak bersedia. Kalau tidak
bersedia ya mau bagaimana lagi—pasti beliau bisa mengerti bahwa pengeluaran
sebelum tanggal pendirian memang tidak bisa dimasukkan ke dalam buku
perusahaan. Bagaimana? Mudah bukan? Selamat bekerja. Sukses selalu (bisnisan.id).
Posting Komentar untuk "Bagaimana Mencatat Pengeluaran Sebelum Perusahaan Beroperasi"