Konsep Six Sigma Dalam Pengendalian Kualitas
Konsep Six Sigma
- Anda sering mendengar istilah Six Sigma ? Apa sebenarnya
arti kata Six Sigma yang terdengar asing ini? Dari kata per kata istilah ini
terdiri dari: Six yang artinya enam dan Sigma yang merupakan simbol dari
standar terminologi statistik yang mewakili deviasi.
Latar Belakang
Untuk memahami konsep dan pengertian six
sigma, kita perlu menengok kembali sejarah singkat berdirinya. Six Sigma
dimulai oleh Motorola ditahun 1980-an oleh salah seorang engineer di sana bernama Bill
Smith serta didukung penuh oleh CEO Bob Galvin. Motorola menggunakan statistics
tools diramu dengan ilmu manajemen yang; kemudian sebagai metrics, Motorola
menggunakan financial metrics (yaitu Return on Investment, ROI) yang
merupakan salah satu terobosan di bidang quality.
Dari latar belakang itu, Six Sigma dapat
diartikan sebagai sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang
difokuskan pada usaha mengurangi variasi pada proses (process variances)
sekaligus mengurangi cacat (produk/servis yang di luar spesifikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif.
Secara harfiah, six sigma (6s) adalah suatu
besaran yang (secara sederhana) bisa kita terjemahkan secara gampang sebagai sebuah
proses yang memiliki kemungkinan cacat (defects) sebanyak 3.4 buah dalam satu
juta produk/jasa. Konsep ini adalah turunan dari konsep Process Capability.
Intinya, Six Sigma adalah sebuah referensi untuk mencapai suatu keadaan yang
nyaris bebas cacat.
Menurut Peter Pande, dkk, dalam bukunya The
Six Sigma Way: Team Fieldbook, ada enam komponen utama konsep Six Sigma :
1.
Benar-benar mengutamakan pelanggan
2.
Manajemen yang berdasarkan data
dan fakta
3.
Fokus pada proses
4.
Manajemen yang proaktif.
5.
Kolaborasi tanpa batas
6.
Selalu mengejar kesempurnaan
Konsep dasar Six Sigma banyak sekali diambil
dari Total Quality Management (TQM) dan Statistical Process Control (SPC)
dimana dua konsep besar ini diawali oleh pemikiran-pemikiran Shewhart, Juran,
Deming, Crossby dan Ishikawa. Dari segi waktu, bisa dikatakan Six Sigma adalah
hasil evolusi terakhir dari quality improvement yang berkembang sejak tahun
1940-an.
Hal inilah yang sering menjadi cibiran para
pakar statistik atau quality experts, karena menganggap Six Sigma hanyalah
konsep usang yang diganti bungkusnya dan dijual lagi (kebetulan laku keras),
serta banyak orang (dari manager sampai pegawai biasa) yang melihatnya sebagai
trend sesaat, fad atau flavor of the month.
Banyak yang mengatakan bahwa Six Sigma adalah
TQM yang lebih praktis, ada juga yang mengatakan SPC dikombinasikan dengan
financial metrics; tapi apapun namanya entah itu Six Sigma, TQM, atau SPC, yang
penting ternyata konsep ini jika dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten
bisa menghasilkan kemajuan yang cukup nyata!
Fondasi Six Sigma: DMAIC, Black Belt, dan Tim Pelaksana
Seperti disebutkan sebelumnya, Six Sigma
adalah suatu metode yang sangat terstruktur. Nah, strukturnya terdiri dari lima
tahapan: Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC).
Selain itu kesuksesan implementasi Six Sigma
ditentukan oleh kehadiran seorang (atau lebih) fasilitator yang memahami
manajemen dan penggunaan statistik; fasilitator ini diberi gelar Black Belt.
Namun yang terpenting di atas semua itu adalah team pelaksana, yang sebaiknya
terdiri dari anggota yang berasal dari berbagai tim/departemen yang saling
terkait (cross-functional team).
Tahapan Struktur Six Sigma
Enam tahapan struktur Six Sigma adalah sebagai
berikut :
1. Define: pada tahap ini team pelaksana
mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi
pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan cacat/biaya dan target waktu).
2. Measure: tahap untuk memvalidasi permasalahan,
mengukur/menganalisis permasalahan dari data yang ada.
3. Analyze: menentukan faktor-faktor yang paling
mempengaruhi proses (significant few opportunities), artinya mencari
satu atau dua faktor yang kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses kita
dramatis.
4. Improve: nah, di tahap ini kita mendiskusikan
ide-ide untuk memperbaiki sistem kita berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan
percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard
operating procedure-SOP).
5. Control: di tahap ini kita harus membuat
rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan tim kita
bisa berkesinambungan.
Kontroversi Konsep
Six Sigma
Seperti disebutkan sebelumnya, Six Sigma cukup
mengundang kontroversi terutama di kalangan praktisi di bidang quality. Pada satu
sisi, banyak yang menganggap Six Sigma sebagai suatu hal yang luar biasa hebat,
simpel tapi powerfull. Dianggap sebagai suatu perbaikan dari TQM yang lumayan gagal
diimplementasikan.
Di sisi yang berseberangan banyak praktisi
yang skeptis dengan Six Sigma: berpendapat tidak ada yang spesial (hanya lain
nama dari TQM), hanya merupakan flavor of the month, overrated karena
gencarnya liputan dari media massa dan yang paling serius adalah mengenai
kesalahan asumsi metrics Six`Sigma.
Salah satu artikel yang cukup menggambarkan
sisi yang berseberangan ini ditulis oleh seorang pakar di bidang quality bernama
Arthur Schneiderman dalam artikel yang berjudul "Question: When is Six
Sigma not Six Sigma? Answer: When It's the Six Sigma Metric!!".
Artikel lain yang cukup berimbang berjudul
"What's Wrong With Six Sigma?" ditulis oleh John Goodman & Jon
Theuerkauf di majalah Quality Progress (terbitan American Society for Quality)
edisi January 2005. Artikel ini bisa dicari di internet dengan Google
(www.google.com) ataupun mesin
pencari lainnya.
Sekali lagi, di luar kontroversi konsep six sigma itu, yang penting adalah bahwa kita menggunakan konsep/metode ini, apa pun namanya,
dalam pekerjaan kita. Hasilnya bisa sangat luar biasa, jika kita disiplin dan
konsisten. (bisnisan.id)
Posting Komentar untuk "Konsep Six Sigma Dalam Pengendalian Kualitas"